A.Model Pengajaran langsung (direct Instructtiaon)
Model Pengajaran Langsung (Direct Intruction) merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar ini sering disebut Model Pengajaran Langsung (Kardi dan Nur,2000a :2). Arends (2001:264) juga mengatakan hal yang sama yaitu :”A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in a step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction model”. Apabila guru menggunakan model pengajaran langsung ini, guru mempunyai tanggung jawab untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta memberikan umpan balik.
Model pengajaran langsung (Direct Instruction) secara empirik dilandasi oleh teori belajar yang berasal dari rumpun perilaku (behavior family). Teori belajar perilaku menekankan pada perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang dapat diobservasi. Menurut teori ini, belajar bergantung pada pengalaman termasuk pemberian umpan balik dari lingkungan. Prinsip penggunaan teori perilaku ini dalam belajar adalah pemberian penguatan yang akan meningkatkan perilaku yang diharapkan. Penguatan melalui umpan balik kepada siswa merupakan dasar praktis penggunaan teori ini dalam pembelajaran.
Model pengajaran langsung ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Hal yang sama dikemukakan oleh Arends (1997:66) bahwa: “The direct instruction model was specifically designed to promote student learning of procedural knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-step fashion.” Lebih lanjut Arends (2001:265) menyatakan bahwa: ”Direct instruction is a teacher-centered model that has five steps:establishing set, explanation and/or demonstration, guided practice, feedback, and extended practicea direct instruction lesson requires careful orchestration by the teacher and a learning environment that businesslike and task-oriented.”
Pemikiran mendasar dari model pengajaran langsung adalah bahwa siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan menirukan tingkah laku gurunya. Atas dasar pemikirian tersebut hal penting yang harus diingat dalam menerapkan model pengajaran langsung adalah menghindari menyampaikan pengetahuan yang terlalu kompleks. Model pengajaran direct instruction mengutamakan pendekatan deklaratif dengan titik berat pada proses belajar konsep dan keterampilan motorik. Model pengajaran direct instruction menciptakan suasana pembelajaran yang lebih terstruktur.
Kardi dan Nur melalui Trianto (2007 : 29) menyatakan bahwa:
Ciri-ciri Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction) adalah sebagai berikut:
Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar;
Sintaks/pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran;
Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang diperlukan agar kegiatan tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.
Karakteristik Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)
Salah satu karakteristik dari suatu model pembelajaran adalah adanya sintaks/tahapan pembelajaran. Selain harus memperhatikan sintaks, guru yang akan menggunakan Direct Instruction juga harus memperhatikan variabel-variabel lingkungan lain, yatu fokus akademik, arahan dan kontrol guru, harapan yang tinggi untuk kemajuan siswa, waktu dan dampak netral dari pembelajaran. Fokus akademik diartikan prioritas pemilihan tugas-tugas yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran, aktivitas akademik harus ditekankan. Pengarahan-pengarahan control guru terjadi ketika guru memilih tugas-tugas siswa dan melaksanakan pembelajaran, menentukan kelompok, berperan sebagai sumber belajar selama pembelajaran dan meminimalisasikan kegiatan non akademik diantara siswa. Kegiatan pembelajaran diarahkan pada pencapaian tujuan sehingga guru memiliki harapan yang tinggi terhadap tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh siswa, dengan demikian Direct Instruction sangat mengoptimalkan penggunaan waktu.
5 Fase Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)
Pada Model Pembelajaran Direct Instruction terdapat lima fase yang sangat penting. Sintaks Model tersebut disajikan dalam 5 (lima) tahap, seperti ditunjukan table berikut:
1. Fase 1: Fase Orientasi
Pada fase ini guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi pelajaran. Kegiatan pada fase ini meliputi:
• Kegiatan pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
• Mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pembelajaran
• Member penjelasan atau arahan mengenai kegiatan yang akan dilakukan
• Menginformasikan materi atau konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran
•Menginformasikan kerangka pelajaran
•Memotivasi siswa.
2. Fase 2: Fase Presentasi/Demonstrasi
Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep atau keterampilan. Kegiatan ini meliputi:
• Penyajian materi dalam langkah-langkah
• Pemberian contoh konsep
• Pemodelan/peragaan keterampilan
• Menjelaskan ulang hal yang dianggap sulit atau kurang dimengerti oleh siswa.
3. Fase 3: Fase Latihan Terstruktur
Dalam fase ini, guru merencanakan dan memberikan bimbingan kepada siswa untuk melakukan latihan-latihan awal. Guru memberikan penguatan terhadap respon siswa yang benar dan mengoreksi yang salah.
4. Fase 4: Fase Latihan Terbimbing
Pada fase berikutnya, siswa diberi kesempatan untuk berlatih konsep dan keterampilan serta menerapkan pengetahuan atau keterampilan tersebut ke situasi kehidupan nyata. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan guru unruk mengakses kemampuan siswa dalam melakukan tugas, mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik atau tidak, serta memberikan umpan balik. Guru memonitor dan memberikan bimbingan jika perlu.
5. Fase 5 : Fase Latihan Mandiri
Siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri, fase ini dapat dilalui siswa dengan baik jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas 85% – 90% dalam fase latihan terbimbing. Guru memberikan umpan balik bagi keberhasilan siswa.
Kelebihan Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)
Secara umum tiap-tiap model pembelajaran tentu terdapat kelebihan-kelebihan yang membuat model pembelajaran tersebut lebih baik digunakan dibanding dengan model pembelajaran yang lainnya. Seperti halnya pada Model Direct Instruction pun mempunyai beberapa kelebihan yang disajikan sebagai berikut:
1.Dengan Model Pembelajaran Direct Instruction, guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.
2.Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah sekalipun.
3.Model ini dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukan bagaimana suatu permasalahan dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, bagaimana suatu pengetahuan dihasilkan.
4.Model Pembelajaran Direct Instruction menekankan kegiatan mendengarkan (melalui ceramah) dan kegiatan mengamati (melalui demonstrasi), sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.
5.Model Pembelajaran Direct Instruction (terutama kegiatan demonstrasi) dapat memberikan tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan antara teori (hal yang seharusnya) dan observasi (kenyataan yang terjadi).
6.Model ini dapat diterapkan secara efektif dalam kelas besar maupun kelas yang kecil.
7.Siswa dapat mengetahui tujuan-tujuan pembelajaran dengan jelas.
8.Waktu untuk berbagi kegiatan pembelajaran dapat dikontrol dengan ketat.
9.Dalam model ini terdapat penekanan pada pencapaian akademik.
10.Kinerja siswa dapat dipantau secara cermat.
11.Umpan balik bagi siswa berorientasi akademik.
12.Model Pembelajaran Direct Instruction dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi siswa.
13Model Pembelajaran Direct Instruction dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan factual dan terstruktur.
Kekurangan Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)
Selain mempunyai kelebihan-kelebihan, pada setiap model pembelajaran akan ditemukan keterbatasan-keterbatasan. Begitu pula dengan Model Pengakaran Direct Instruction. Keterbatasan-keterbatasan Model Pengajaran Direct Instruction adalah sebagai berikut:
1.Karena guru memaikan peranan pusat dalam model ini, maka kesuksesan pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran akan terhambat.
2.Model Pengajaran Direct Instruction sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang kurang baik cenderung menjadikan pembelajaran yang kurang baik pula.
3.Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci atau abstrak, Model Pengajaran Direct Instruction mungkin tidak dapat memberikan siswa kesempatan yang cukup untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan.
4.Jika terlalu sering digunakan Model Pengajaran Direct Instruction akan membuat siswa percaya bahwa guru akan memberitahu siswa sesmua yang perlu diketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pemebelajan siswa itu sendiri.
5.Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa. Sayangnya, banyak siswa bukanlah merupakan pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang dimaksudkan oleh guru.
B.Model Pembelajaran Inkuiri
1.Pengertian Inkuiri
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pernyataan ilmiah yang diajukannya. Dengan kata lain inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis, (Amri dan Ahmadi 2010: 85). sejalan dengan itu menurut Gulo ( dalam Trianto: 166) menyatakan inkuiri dalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Menurut Amri dan Ahmadi (2010: 89) menjelaskan dua tingkatan inkuiri berdasarkan variasi bentuk keterlibatannya dan intensitas keterlibatan siswa yaitu; (1) inkuiri tingkat pertama, inkuiri tipe ini tergolong kategori inkuiri terbimbing (Guided Inguiry) karena siswa dibimbing secara hati-hati untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapkan kepadanya. (2) inkuiri bebas, siswa difasilitasi untuk dapat mengindentifikasi masalah dan merancang proses penyelidikan,
Model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran dimana siswa diarahkan untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari serangkaian aktivitas yang dilakukan sehingga siswa seolah-olah menemukan sendiri pengetahuan tersebut. (Asy’ari, 2006: 51). Sebagai strategi pembelajaran inkuiri dapat diimplementasikan secara terpadu dengan strategi lain sehingga dapat membantu pengembangan pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan melakukan kegiatan inkuiri oleh siswa.
Menurut Amri dan Ahmadi (2010: 89) menyatakan ada beberapa karakteristik dari Inkuiri Terbimbing yang perlu diperhatikan yaitu;
1.Siswa mengembangkan kemampuan berpikir melalui observasi spesifik hingga membuat inferensi atau generalisasi;
2.Sasarannya adalah mempelajari proses megamati kejadian atau objek kemudian menyusun generalisasi yang sesuai;
3.Guru mengontrol bagian tertentu dari pembelajaran misalnya kejadian, data, materi, dan berperan sebagai pemimpin kelas;
4.Tiap-tiap siswa berusaha untuk membangun pola yang bermakna berdasarkan hasil observasi di dalam kelas;
5.Kelas diharapkan berfungsi sebagai laboratorium pembelajaran,
6.Biasanya sejumlah generalisasi tertentu akan diperoleh dari siswa;
7.Guru memotivasi semua siswa untuk mengkomunikasikan hasil generalisasinya sehingga dapat dimanfaatkan oleh seluruh siswa dalam kelas.
Tujuan utama pembelajaran berbasis inkuiri menurut National Research Council (2000) dalam Amri dan Ahmadi (2010: 89) adalah; (1). mengembangkan keinginan dan motivasi siswa untuk mempelajari prinsip dan konsep sains (2) mengembangkan keterampilan ilmiah siswa sehingga mampu bekerja seperti layaknya seorang ilmuwan; (3). membiasakan siswa bekerja keras untuk memperoleh pengetahuan.
1.Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)
Pada penelitian ini langkah-langkah pembelajaran inkuiri terbimbing mengadopsi tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak (1996) sebagai berikut :
NO. | Fase | Perilaku guru |
1. | Menyajikan pertanyaan atau masalah | Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis |
2. | Membuat hipotesis | Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan. |
3. | Merancang percobaan | guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan. |
4. | Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi | Guru membimbing siswa untuk mendapatkan informasi melalui percobaan. |
5. | Mengumpulkan dan menganalisis data | Guru memberikan kesempatan pada setiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul. |
6. | Membuat kesimpulan | Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan |
Enam langkah pada inkuiri terbimbing ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Para siswa akan berperan aktif melatih keberanian, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
2.Keunggulan Model Pembelajaran Inkuiri
Dalam inkuiri, siswa dimotivasi untuk terlibat langsung atau berperan aktif secara fisik maupun mental dalam kegiatan pembelajaran. Lingkungan kelas dimana siswa aktif terlibat dan guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran sangat membantu dalam mencapai tujuan belajar (Mestre dan Cocking (2000) dalam Ibrahim (http://kpicenter. web.id/neo/ content/view, 2011/01/12).
Menurut Nurhadi (2004) dalam Ibrahim (http://kpicenter. web.id/neo/ content/view, 2011/01/12) inkuiri merupakan salah satu komponen penting dari pendekatan kontekstual dan konstruktivistik yang telah berkembang pesat dalam proses pembaharuan pendidikan di Indonesia dewasa ini. Kegiatan belajar melalui inkuiri menghadapkan siswa pada pengalaman kongkrit sehingga siswa belajar secara aktif dimana mereka didorong untuk mengambil inisiatif dalam usaha memecahkan masalah, mengambil keputusan dan mengembangkan keterampilan meneliti serta melatih siswa menjadi pelajar sepanjang hayat.
3.Kekurangan Model Inkuiri Terbimbing
Kelemahan inkuiri menurut Suryobroto (2002:201) adalah sebagai berikut. (1) dipersyaratkan keharusan ada persiapan mental untuk cara belajar ini. (2) pembelajaran ini kurang berhasil dalam kelas besar, misalnya sebagian waktu hilang karena membantu siswa menemukan teori-teori atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu, (3) harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pembelajaran secara tradisional jika guru tidak menguasai pembelajaran inkuiri
CModel pembelajaran cooperative learning
A.Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Cooperative Learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Kebanyakan melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4 (empat) siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda (Slavin, 1994), dan ada yang menggunakan ukuran kelompok yang berbeda-beda (Cohen, 1986; Johnson & Johnson, 1994; Kagan, 1992; Sharan & Sharan, 1992).
Khas Cooperative Learning yaitu siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kooperatif dan tinggal bersama dalam satu kelompok untuk beberapa minggu atau beberapa bulan. Sebelumnya siswa tersebut diberi penjelasan atau diberi pelatihan tentang bagaimana dapat bekerja sama yang baik dalam hal:
- Bagaimana menjadi pendengar yang baik
- Bagaimana memberi penjelasan yang baik
- Bagaimana cara mengajukan pertanyaan dengan benar dan lain-lainnya.
Peran guru dalam pembelajaran cooperative learning sebagai fasilitator, moderator, organisator dan mediator terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi siswa terlihat, keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran terkesan de-mokratis, dan masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain .
Ketika pembelajaran kooperatif apa yang dibutuhkan oleh pengajar adalah menyusun pelatihan sehingga anggota-anggota dari kelompok-kelompok kecil yakin merupakan hasil bersama. Lebih lanjut, petunjuk seharusnya diberikan kepada kelompok-kelompok yang anggota-anggotanya mendapatkan pencapaian dari usaha-usaha anggota lainnya—bahwa anggota-anggota kelompok perlu membantu dan mendukung anggota-anggota lainnya untuk mendapatkan hasul yang ingin dicapai. Untuk melakukan hal tersebut, setiap anggota kelompok secara individual membagi akuntabilitas bersama untuk melakukan bagian pekerjaan kelompoknya. Akuntabilitas tersebut bergantung pada penguasan masing-masing anggota tim terhadap keterampilan-keterampilan kelompok kecil dan antarpribadi yang dibutuhkan untuk menjadi anggota kelompok yang efektif. Keterampilan-keterampilan tersebut adalah kemampuan untuk membahas seberapa baik kelompok bekerja dan apa yang dapat dikerjakan untuk meningkatkan pekerjaan kelompok (Johnson, 1991).
B. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:
a.Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis.
b.Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
c.Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.
d.Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam.
model pembelajaran kooperatif yaitu:
a.Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
b.Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.
c.Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
d.Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.
C. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Pendapat dari Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dianggap cooperative leaming. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan.
Saling ketergantungan Positif, Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Diibaratkan, wartawan mencari dan menulis berita, redaksi mengedit, dan tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Rantai kerja sama ini berlanjut terus sampai dengan mereka yang di bagian percetakan dan loper surat kabar. Semua orang ini bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama, yaitu terbitnya sebuah surat kabar dan sampainya surat kabar tersebut di tangan pembaca.
Tanggung Jawab Perseorangan, Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kriteria kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Berbeda dengan Nasarudin yang masuk ke kelas dan menugaskan siswanya untuk saling berbagi tanpa persiapan, pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan.dan menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
Tatap Muka, Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial-ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antaranggota kelompok. Sinergi tidak bisa didapatkan begitu saja dalam sekejap, tapi merupakan proses kelompok yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu Sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.
Komunikasi Antar Anggota, Unsur ini juga menghendaki agar para pembejar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengaiar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Ada kalanya pembelajar perlu diberitahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut. Masih ada banyak orang kurang sensitif dan kurang bijaksana dalam menyatakan pendapat mereka. Tidak ada salahnya mengajar siswa beberapa ungkapan positif atau sanggahan dalarn ungkapan yang lebih halus. Sebagai contoh, ungkapan “Pendapat anda itu agak berbeda dan unik”. Tolong jelaskan lagi alasan Anda," akon lebih bijaksana daripada mengatakan, “Pendapat Anda itu aneh dan tidak masuk akal." Contoh lain, tanggapan "Hm...menarik sekali kamu bisa memberi jawaban itu. Tapi jawabanku agak berbeda...” akan lebih menghargai orang lain daripada vonis seperti, "Jawabanmu itu salah. harusnya begini." Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang. Pembelaiar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang andal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
Evaluasi Proses Kelompok, Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, melainkan bisa diadakan selang beberapa waktu. setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran Cooperative learning. Format evaluasi bisa bermacam-macam, tergantung pada tingkat pendidikan siswa. Berikut ini adalah contoh dua buah format evaluasi proses kelompok untuk dua kelompok usia/ kelas yang berbeda.
D. Model Cooperative Learning
Berikut ini model pembelajaran yang dapat mewakili model-model cooperative learning :
a. Student teams achievement division (STAD)
Langkah-langkah:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya ± 4 orang.
2) Guru menyajikan materi pelajaran.
3) Guru memberi tugas untuk dikerjakan, anggota kelompok yang mengetahui jawabannya memberikan penjelasan kepada anggota kelompok.
4) Guru memberikan pertanyaan/kuis dan siswa menjawab pertanyaan/kuis dengan tidak saling membantu.
5) Pembahasan kuis
6) Kesimpulan
b. Jigsaw (model tim ahli)
Langkah-langkah:
1) Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang
2) Tiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda
3) Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli)
4) Setelah kelomppok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali kekelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka kuasai
5) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
6) Pembahasan
7) Penutup
c. Group investivigation go a round
Langkah-langkah:
1) Membagi siswa kedalam kelompok kecil yang terdiri dari ± 5 siswa
2) Memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat analitis
3) Mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan kelompoknya secara bergiliran searah jarum jam dalam kurun waktu yang disepakati.
d. Think pair and share
Langkah-langkah:
1) Guru menyampaikan inti materi
2) Siswa berdiskusi dengan teman sebelahnya tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
3) Guru memimpin pleno dan tiap kelompok mengemukakan hasil Diskusinya
4) Atas dasar hasil diskusi, guru mengarahkan pembicaraan pada materi/permasalahan yang belum diungkap siswa
5) kesimpulan
e. Make a match (membuat pasangan)
Langkah-langkah:
1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban)
2) Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
3) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban)
4) Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
5) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya
6) Kesimpulan.
E. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN COOPERATIVE LEARNING
1. Kelebihan cooperative learning yaitu:
a. Meningkatkan harga diri tiap individu
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih besar.
c. Konflik antar pribadi berkurang
d. Sikap apatis berkurang
e. Pemahaman yang lebih mendalam
f. Retensi atau penyimpanan lebih lama
g. Meningkatkan kebaikan budi,kepekaan dan toleransi.
h. Cooperative learning dapat mencegah keagresivan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.
i. Meningkatkan kemajuan belajar(pencapaian akademik)
j. Meningkatkan kehadiran siswa dan sikap yang lebih positif
k. Menambah motivasi dan percaya diri
l. Menambah rasa senang berada di sekolah serta menyenangi teman-teman sekelasnya
m. Mudah diterapkan dan tidak mahal
2. Kelemahan cooperative learning yaitu:
a. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan dikelas. Kondisi seperti ini dapat diatasi dengan guru mengkondisikan kelas atau pembelajaran dilakuakan di luar kelas seperti di laboratorium matematika, aula atau di tempat yang terbuka.
b. Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam grup mereka, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu grup dengan siswa yang lebih pandai. Siswa yang tekun merasa temannya yang kurang mampu hanya menumpang pada hasil jerih payahnya. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan sebab dalam cooperative learning bukan kognitifnya saja yang dinilai tetapi dari segi afektif dan psikomotoriknya juga dinilai seperti kerjasama diantara anggota kelompok, keaktifan dalam kelompok serta sumbangan nilai yang diberikan kepada kelompok.
c. Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok. Karakteristik pribadi tidak luntur hanya karena bekerjasama dengan orang lain, justru keunikan itu semakin kuat bila disandingkan dengan orang lain.
d. Banyak siswa takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau secara adil, bahwa satu orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan tersebut. Dalam cooperative learning pembagian tugas rata, setiap anggota kelompok harus dapat mempresentasikan apa yang telah didapatnya dalam kelompok sehingga ada pertanggungjawaban secara individu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar